Proposal Tentang Perlindungan Korban Kejahatan Dalam Angkutan Umum
Riscy Fernanda 1442011035
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN 2015/2016
Kata Pengantar.
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT dzat yang maha mulia dan pemurah. Sebegitu banyak nikmat dan rohmatyang Allah berikan kepada hamba-Nya, semoga kita senantiasa dijadikan sebagai hamba-Nya yang patuh terhadap perintah-perintah-Nya dan selalu berusaha untuk menjauhi semua larangan-Nya.
Sholawat serta salam mudah-mudahan senantiasa terlimpahkan kepada junjungan umat manusia Nabi besar Muhammad SAW. Atas perjuangan dan kemuliaan beliau kita semua dapat terbimbing dan berada pada jalan yang penuh ridho dan berkah.
Sholawat serta salam mudah-mudahan senantiasa terlimpahkan kepada junjungan umat manusia Nabi besar Muhammad SAW. Atas perjuangan dan kemuliaan beliau kita semua dapat terbimbing dan berada pada jalan yang penuh ridho dan berkah.
Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT, Tuhan penyeru segenap alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terhingga besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul ”Proposal Tentang Perlindungan Perempuan Terhadap Kejahatan Dalam Angkutan Umum”. Dalam penyusunan Proposal (Proposal Tentang Perlindungan Perempuan Terhadap Kejahatan Dalam Angkutan Umum), penulis mndapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak sehingga penyusunan Proposal ini dapat diselesaikan dengan baik.
Meskipun penulis berharap isi dari Proposal ini tidak memiliki kekurangan dan kesalahan, namun penulis menyadari bahwa hal tersebut sangat sulit direalisasikan. Dengan berbesar harti penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga makalah ini dapat lebih baik lagi.
Bandar Lampung, 10 Desember 2015
Riscy Fernanda
Pendahuluan
Latar Belakang
Kemajuan dalam kehidupan di masyarakat modern yang dalam kemajemukan kepentingan nampaknya memudahkan kemungkinan timbulnya konflik kepentingan serta godaan hidup mewah di satu pihak dan di lain pihak tidak adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran, khususnya untuk biaya hidup dalam batas kelayakan manusia. Hal tersebut memberikan peluang dan memicu warga masyarakat yang tidak teguh dalam ketaqwaan dan keimanannya, melakukan tindakan melanggar norma hukum dan norma susila.
Kejahatan sebagai fenomena masyarakat dapat diuraikan atau didekati dari berbagai sudut pandang. Kejahatan merupakan termonologis dari apa yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perbuatan pidana dapat dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan diatur dalam buku II tentang misdriif dan pelanggaran diatur dalam buku III tentang overtredingen.[1]
Bila dilihat dari aspek sosiologis maka kriminalitas merupakan salah satu masalah yang paling berbahaya dari disorganisasi sosial. Karena pelaku kejahatan bergerak dalam aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum, Undang-Undang, ketertiban dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itulah kriminalitas merupakan salah satu bagian dari disorganisasi sosial yang perlu diperhatikan.
Sutehrland dan Cressey (1974:51) memberi batasan kriminologi sebagai bagian dari sosiologis dengan menyebutkan sebagai kumpulan pengetahuan yang meliputi delinkuensi dan kejatahatan sebagai gejala sosial. Tercakup dalam ruang lingkup ini adalah proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi terhadap pelanggaran hukum. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan interaksi yang berkesinambungan.
(Fox, 1976: 388) mempelajari kriminalitas sebagai gejala sosial. Dengan kata lain, ciri-cirinya dapat diidentifikasikan menurut konsep sosiologis. Timbulnya gejala kriminalitas ditelusuri dari bekerjanya masyarakat. Dengan demikian berbagai faktor sosial seperti proses sosialisasi nilai dan norma sosial, kohesi sosial, pengendalian sosial, sturuktur sosial, kebudayaan, disintegrasi sosial, keadilan sosial, ketidakadilan sosial dan lain-lainnya diteliti tingkat pengaruhnya terhadap munculnya peristiwa-peristiwa tindak kriminalitas.
Dalam culture conflict theory Thomas Sellin menyatakan bahwa setiap kelompok memiliki norma tingkah laku sediri dan norma dari satu kelompok mungkin bertentangan dengan norma kelompok lain. Seorang individu yang mengikuti norma kelompoknya mugkin saja dipandang telah melakukan suatu kejahatan apabila norma-norma kelompoknya itu bertentangan dengan norma-norma dari masyarakat dominan. Menurut penjelasan ini perbedaan utama antara seorang kriminal dengan seorang non kriminal adalah bahwa masig-masing menganut norma-norma yang berbeda.[2]
Kondisi lingkungan dengan perubahan-perubahan yang cepat, norma-norma dan sanksi sosial yang semakin longgar serta macam-macam subkultur dan kebudayaan asing yang saling berkonflik, semua faktor itu memberikan pengaruh yang mengacau, dan memunculkan disorganisasi dalam masyarakatnya. Muncullah banyak kejahatan. Maka, adanya kejahatan tersebut merupakan tantangan berat bagi para anggota-anggota masyarakat.
Angkutan umum merupakan sarana angkutan untuk masyarakat kecil dan menengah agar masyarakat dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam masyarakat. Pengguna angkutan umum ini bervariasi, mulai dari buruh, ibu rumah tangga, mahasiswa, pelajar, dan lain-lain. Angkutan umum, khususnya angkutan orang yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 1993 yang telah diperbaharui menjadi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan.[3]
Angkutan umum memang sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat, baik masyarakat yang dalam kategori ekonomi mampu maupun masyarakat dalam kategori lemah. Angkutan umum sangatlah berperan penting, karena banyak masyarakat yang menggunakan jasa angkutan umum. Namun sayangnya masih banyak masalah yang terjadi. Kasus kriminalitas yang terjadi di angkutan umum seperti tak ubahnya puncak gunung es yang menjadikannya begitu pelik untuk diselesaikan.
Sebenarnya tindak kriminalitas yang terjadi di angkutan umum bukanlah persoalan baru, sejak dahulu hingga sekarang semakin bertambah modus-modus kejahatan yang terjadi di dalam angkutan umum dan menimbulkan banyak korban. Para korban sungguh sangat dirugikan, baik dari segi materi hingga menimbulkan trauma. Pelaku-pelaku tindak kriminalitas semakin merajalela dan modus-modus yang dilancarkan semakin beragam.
Paramitha, 1997, hlm 2.
Baca Juga
Tindakan kriminalitas didalam angkutan umum yang belakangan ini marak terjadi antara lain :
1. Pencopetan.
Modus-modus yang dilakukan para pelaku guna melancakan aksi tindak kriminalitas semakin beragam. Modus operandi dalam tindak kriminlitas pencopetan antaralain :
a. Mengalihkan konsentrasi perhatian korban.
Terdapat banyak modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku pencopetan, salah satunya adalah dengan mengalihkan perhatian korban. Biasanya modus operandi dengan mengalihkan konsentrasi korban dilakukan secara berkomplotan.
b. Hipnotis.
Modus operandi berupa hipnotis didalam angkutan umum begitu marak, dengan mengandalkan kemampuan pelaku untk menghipnotis oranglain sehingga dengan tidak sadar korban menyerahkan harta benda yang dimiliki.
2. Penjambretan.
Perampasan harta benda berharga milik korban dengan penjambretan merupakan tindak kriminal yang memenuhi pasal 365 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
3.Tindakan Asusila
Tindak asusila di angkutan umum melanggar asusila/norma dalam kesopanan sehingga menimbulkan kerugian bagi korban. Tindak kriminal tersebut tercantum dalam Pasal 281 KUHP Tentang barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan melanggar kesusilaan di tempat umum akan dikenakan hukuman maksimal pidana penjara 2 Tahun 8 Bulan.
4. Penodongan dengan senjata tajam/api
Perampasan harta benda milik korban dilakukan dengan mengancam dengan melakukan penodongan senjata api sehingga korban yang mengalami ketakutan menyerahkan harta benda miliknya. Tindak kriminal ini memenuhi Pasal 368 KUHP tentang penodongan dan perampasan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.[1]
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja bentuk-bentuk kriminalitas di angkutan umum ?
2. Bagaimana upaya penanggulangan kriminalitas di angkutan umum yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan masyarakat ?
3. Apa saja dampak-dampak dari terjadinya kriminalitas di angkutan umum?
Kerangka Teori
Pelecehan seksual adalah setiap tindakan secara terang-terangan atau sembunyi sembunyi, yang di paksakan atas seseorang, pelecehan seksual dapat meliputi setiap tindakan kekerasan seksual dari persetubuhan sampai penyimpangan seks voyeurisum (dilirik secara seksual).[1]
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalulintas jalan.[2]
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[3]
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.[4]
Hoefnagels Menyatakan bahwa kebijakan kriminal merupakan bagian dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial. Dengan lebih luas kebijakan kriminal merupakan subsistem penegakan hukum (law enforcement) dan sistem penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan sosial.[5]
Upaya non-penal dalam kebijakan kriminal meliputi ruang lingkup yang cukup luas menurut
G.P. Hoefnagels yaitu :
a) Penerapan hukum pidana
b) Pencegahan tanpa pidana
c) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa
Dengan demikian, upaya penanggulangan secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu lewat jalur Penal (hukum pidana) dan lewat jalur Non-penal (diluar hukum pidana). Dalam pembagian G.P. Hoefnagels diatas, upaya yang disebut dalam butur (b) dan (c) dapat dirumuskan dalam kelompok upaya “non-penal”. Dua masalah sentral dalam kebijakan dengan menggunakan upaya penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan :
1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan
2. Sanksi apa yang digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
Penganalisisan terhadap 2 sentral ini tidak terlepas dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Hal ini berarti pemecahan masalah diatas harus bisa diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosialpolitik yang telah ditetapkan. Dengan demikian, kebijakan hukum menangani 2 (dua) masalah sentral diatas, harus juga dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan policeoriented approach. Sudah barang tentu pendekatan kebijakan yang integral ini tidak hanya dalam bilang hukum pidana, akan tetapi juga pada pembangunan hukum pada umumnya.[6]
Sosialisasi terhadap light on sudah disampaikan dengan jelas kepada masyarakat melalui berbagai media , agar masyarakat mengerti benar kegunaan dan sanksi atas pelanggaran light on.Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu :
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat
5. Faktor kebudayaan
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum.[7]
catid+43.pelecehan-seksual.htm. (rabu, 9 desember 2015)
Jalan”. LN Tahun 2009 No.96. TLN No. 5025. Pasal 1 ayat (3).
LN Tahun 1999 No. 42. TLN No. 3821. Pasal 1 ayat (1).
[5] Barda Nawawi Arief. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.Hlm. 2
[7] Soerjono Soekanto.1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Rajawali Pers cetakan ke-10, Jakarta. Hlm. 8
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak kriminalitas di angkutan umum.
2. Untuk mengetahui dampak-dampak dari terjadinya kriminalitas di angkutan umum
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pelecehan seksual di angkutan transportasi umum.
4. Untuk mengetahui apa upaya pemerintah dalam menanggulangi kasus pelecehan di angkutan transportasi umum.
Manfaat Penelitian
Ø Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah Pengetahuan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung. Yaitu dapat memberikan informasi secara empiris dan pengetahuan tentang tindak kriminalitas di angkutan umum.
Ø Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau referensi bagi para masyarakat mengenai tindak kriminalitas di angkutan umum.
Metode Penulisan
Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian kepustakaan (library research), adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menelusuri atau menelaah dan menganalisis bahan pustaka atau bahan dokumen siap pakai. Dalam penelitian hukum bentuk ini dikenal sebagai Legal Research,dan jenis data yang diperoleh disebut data sekunder. Kegiatan yang dilakukan dapat berbentuk menelusuri dan menganalisis peraturan, membaca dan membuat rangkuman dari buku acuan. Jenis kegiatan ini lazim dilakukan dalam penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doctrinal.[1]
Daftar Pustaka
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Pidana Indonesia 2, Jakarta : PradyaParamitha, 1997
Indonesia, Undang-undang No. 22 Tahun 2009. “Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”. LN Tahun 2009 No.96. TLN No. 5025.
Indonesia,Undang-undang No. 8 Tahun 1999. “Tentang Perlindungan Konsumen”. LN Tahun 1999 No. 42. TLN No. 3821.
Soerjono Soekanto.1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.Rajawali Pers cetakan ke-10, Jakarta.
Barda Nawawi Arief. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung.