Baca Juga
Belakangan ini saya mulai tertarik memberikan berbagai review berbagai lokasi di Local Guide Google. Tujuan utama saya adalah membantu sebanyak mungkin orang khususnya orang yang belum pernah mendapatkan pengalaman pelayanan atau produk di sebuah tempat atau lokasi seperti kantor pemerintahan, swasta, resto, warung, minimarket atau supermarket, dll. Bagi saya review ini sangat membantu karena saya bisa menentukan apa yang harus saya lakukan jika ingin mendapatkan layanan atau produk di tempat tersebut. Misalnya saja jika ada review sebuah tempat wisata itu kotor atau tidak aman maka saya akan berpikir ulang untuk masuk kesitu walaupun bukan berarti tidak ada kemungkinan saya tetap akan memasukinya. Seandainya saya berusaha untuk tetap masuk maka otomatis saya harus meningkatkan kewaspadaan. Inilah pentingnya local guide.
Akan tetapi di sisi lain terutama bagi si pemilik usaha akan menjadi masalah jika mendapatkan review jelek terlepas apakah memang benar-benar pelayanan atau produknya jelek. Review ini kemungkinan besar akan dibaca orang-orang lain yang bisa berpotensi merusak reputasinya. Inilah yang sudah saya alami baru-baru ini. Saat itu saya mencoba mereview sebuah kantor cabang jasa kurir **E. Menurut saya sih pelayanan sudah bagus cuma lokasinya saja yang kurang strategis jauh dari pusat kota. Oleh karena itu di review saya kasih bintang 2 dengan harapan si pemilik bisa memindahkan ke lokasi yang lebih dekat dengan pusat kota yang ramai dan lebih cepat diakses. Padahal jasa kurir lainnya **T sudah memiliki kantor di tengah kota. Akibatnya yang dulu saya selalu menggunakan jasa **E kini mulai beralih ke **T yang lebih dekat dengan saya dan pusat kota. Saya tidak salah kan? Akan tetapi rupa-rupanya review saya direspon dengan negatif dan kasar oleh si pemilik kantor cabang ini. Bukannya berterima kasih dan melakukan evaluasi tetapi malah melakukan konfrontasi dengan pelanggan. Kalau menurut saya sudah bukan jamannya lagi saat ini seorang pemilik usaha melakukan konfrontasi dengan pelanggan karena justru akan semakin menjatuhkan reputasi mereka sendiri. Apalagi di era digital ini dimana info bisa mengalir dengan sangat cepat dan luas tanpa batas. Satu pelanggan tak puas bisa merembetkan ketidakpuasannya kepada pelanggan atau orang lain dengan sangat mudah dan tidak mungkin jika akan berujung dengan kehilangan banyak pelanggan. Sungguh sangat sulit berlaku serba tertutup di jaman ini.
Saya hanya merasa heran padahal reviewer lain ada yang kasih bintang 1 juga direspon dengan baik tetapi saya kasih bintang 2 (akhirnya saya ubah jadi bintang 1) eh malah direspon kasar. Baru saya tersadar betapa beratnya resiko menjadi local guide google. Di satu sisi saya harus memberikan review yang benar-benar jujur dari pengalaman yang saya lihat dan rasakan sendiri tetapi di sisi lain justru beresiko membahayakan terhadap diri saya sendiri. Ini mirip kasusnya dengan review seller
pada marketplace. Akhir-akhir ini saya sudah tidak pernah lagi memberikan review atau rating kepada seller walaupun transaksi sudah selesai karena banyak seller yang merespon negatif buyer mereka yang telah memberikan rating buruk. Padahal memang kenyataannya para seller juga bisa membuat kesalahan. Pernah saya dikirimi produk palsu dan kadaluarsa. Pernah pula seller tidak mau merespon chat dan ujung-ujungnya cuma dikatakan barang habis padahal sudah dibayar. Paling banter jika bermasalah akan saya bawa ke pusat resolusi dan pasrah apapun keputusan dari marketplacenya.
Balasan dari review Local Guide Google |
Jadi buat yang mau jadi Local Guide Google sebaiknya pikir-pikir dulu karena masyarakat kita umumnya bukanlah masyarakat yang senang direview pelayanan atau produknya. Prinsip mereka take it or leave it. Kalau mau pakai silahkan sedangkan kalau enggak lebih baik pindah pakai yang lain. Atau kalau mau review yang kasih yang baik-baik saja meskipun kenyataannya tidak seperti itu (baca: berbohong). Mungkin ini berasal dari budaya ABS (Asal Bapak Senang) di masa lalu yang sudah mendarah daging. Ini juga yang saya pikir membuat local guide ini kurang bisa berkembang pesat sekaligus ini pula yang membuat kita sulit bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang sangat welcome dengan kritik. Bagi bangsa kita kritik adalah sebuah serangan verbal personal padahal bangsa-bangsa barat misalnya tidak menganggapnya demikian. Kehadiran internet sebenarnya sudah mencoba memecah budaya anti kritik bangsa ini dengan membuat segalanya menjadi lebih terbuka tetapi rupa-rupanya masih banyak pihak yang belum nyaman dan siap dengan perubahan ini. Mereka masih tetap terpaku dengan cara-cara lama mereka untuk tetap bertahan dengan budaya anti kritik atau reaktif terhadap kritikan.