Baca Juga
Cerita Dewasa Romantis - Aroma melati harum menebar hingga ke tiap sudut kamar pengantin yang dihias merah jambu. Dan, di sisiku meringkuk gadis yang betul-betul kucintai, berbalutkan daster tipis yang juga berwarna merah jambu. Matanya yang menawan dan jernih menatapku penuh rasa cinta, sementara jemarinya yang halus membelai lembut tanganku yang sedang memeluknya. Kulitnya tak terlalu putih, tapi halus dan mulus. Ia, kukenal ketika sama-sama duduk di kursi kuliah, yang menjadi incaran para pemuda di kampus, kini sudah legal menjadi istriku.
Malam ini merupakan malam pertama kami resmi untuk sekamar dan seranjang. Tak ada lagi rasa takut atau kuatir dipergoki orang, tak ada lagi rasa terburu-buru, dan juga tak ada lagi rasa berdosa seperti yang kami rasakan dan natural selama berpacaran. Masa pacaran kami memang tak terlalu “bersih”, saling kecup, saling raba malah hingga mencapai heavy petting tak jarang kami lakukan. Tetapi, dengan penuh rasa sayang dan tanggung jawab, saya sukses mempertahankan kesuciannya hingga saat ini. Saya berbangga akan keberhasilkanku.
Suasana yang romantis ditambah dengan teduhnya tiupan AC sungguh membangkitkan nafsu. Kupeluk ia, kukecup keningnya lalu kuajak ia untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa seperti pesan mertua laki-lakiku tadi. Andaikan apa yang kami lakukan malam ini menumbuhkan bibit dalam rahim, lindungi dan hindarilah ia dari godaan setan yang terkutuk.
Dari kening, ciumanku turun ke alis matanya yang hitam lebat teratur, ke hidung dan hingga ke bibirnya. Kecupan kami kian lama kian bergelora, dua lidah saling berkait dicontoh dengan desahan napas yang kian memburu. Tanganku yang tadinya memeluk punggungnya, mulai menjalar ke depan, pelan menuju ke payudaranya yang cukup besar. Sungguh trampil ia ini memilih daster yang berkancing di depan dan cuma 4 buah, gampang bagi tanganku untuk membukanya tanpa mesti memperhatikan. Tak lama kemudian kaitan BH-nya sukses dilepaskan oleh tanganku yang telah cukup terlatih ini. Kedua bukit kembar dengan puncaknya yang cokelat kemerahan tersembul dengan betul-betul menawan. Daster dan BH itupun langsung terterjang ke lantai.
Sementara itu, ia juga sudah sukses membuka kancing piyamaku, melepas singlet dan juga celana panjangku. Cuma tinggal celana dalam masing-masing yang masih memisahkan tubuh telanjang kami berdua.
Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, menjalar ke arah alat pendengaran, lalu kubisikkan kata-kata cinta padanya. Ia tersenyum dan menatapku sambil berkata bahwa ia juga betul-betul mencintaiku. Kulanjutkan ciumanku ke lehernya, turun ke dadanya, lalu dengan betul-betul pelan, dengan lidah kudaki bukit menawan itu hingga ke puncaknya. Kujilati dan kukulum puting susunya yang telah mengacung keras. ia mulai mendesah dan meracau tak terang. Sempat kulihat matanya terpejam dan bibirnya yang merah menawan itu sedikit merekah, sungguh menstimulasi. Tanganku mengelus, meremas dan memilin puting di puncak bukit satunya lagi.
Saya tak mau buru-buru, saya mau merasakan detik demi detik yang menawan ini secara pelan. Bermigrasi dari satu sisi ke sisi satunya, disisipi dengan kecupan ke bibirnya lagi, membuatnya mulai berkeringat. Tangannya kian liar mengacak-acak rambutku, malah kadang-kadang menarik dan menjambaknya, yang membikin nafsuku kian bergelora. Dengan meringkuk menyamping berhadapan, kulepaskan celana dalamnya. Satu-satunya kain yang masih tersisa. Perlakuan yang sama kuterima darinya, membikin kemaluanku yang telah sedemikian kerasnya mengacung gagah.
Kubelai kakinya sejauh tanganku dapat menjangkau, pelan naik ke paha. Berputar-putar, bermigrasi dari kiri ke kanan, sambil sekali-sekali seakan tak sengaja meraba gundukan berambut yang tak terlalu lebat melainkan terawat teratur. Sementara ia ternyata telah tak tabah, dibelai dan digenggamnya kemaluanku, digerakkan tangannya maju mundur. Sedap sekali. Meskipun hal itu telah tak jarang kurasakan dalam kencan-kencan liar kami selama berpacaran, tapi kali ini rasanya lain. Pikiran dan konsentrasiku tak lagi terpecah.
Lewat paha sebelah dalam, pelan tanganku naik ke atas, menuju ke genitalianya yang membuat desahan napasnya kian keras, dan kian memburu. Pelan kubelai rambut genitalianya, lalu jari tengahku mulai menguak ke tengah. Kubelai dan kuputar-putar tonjolan daging sebesar kacang tanah yang telah betul-betul licin dan berair. Tubuh ia mulai menggelinjang, pinggulnya bergerak ke kiri-ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Keringatnya kian deras keluar dari tubuhnya yang wangi. Kecupannya kian ganas, dan mulai menggigit lidahku yang masih berada dalam mulutnya. Sementara tangannya kian ganas bermain di kemaluanku, maju-mundur dengan pesat. Tubuhnya mengejang dan melengkung, kemudian terlempar ke daerah tidur disertai erangan panjang. Orgasme yang pertama sudah sukses kupersembahkan untuknya.
Dipeluknya saya dengan keras sambil berbisik.
“Ohh, enak sekali. terima beri sayang.”
Saya tak mau rehat berlama-lama. Lantas kutindih tubuhnya, lalu dengan pelan kuciumi ia dari kening, ke bawah, ke bawah, dan terus ke bawah. Deru napasnya kembali terdengar disertai rintihan panjang demikian itu lidahku mulai menguak kewanitaannya. Cairan organ intim wanita ditambah dengan air liurku membikin lubang hangat itu kian berair. Kumainkan klitorisnya dengan lidah, sambil kedua tanganku meremas-remas bokongnya yang padat berisi. Tangannya kembali mengacak-acak rambutku, dan kadang-kadang kukunya yang tak terlalu panjang menancap di kepalaku. Ngilu melainkan enak rasanya. Kepalanya terangkat lalu terbanting kembali ke atas bantal membendung kenikmatan yang betul-betul betul-betul. Perutnya tampak naik turun dengan pesat, sementara kedua kakinya memelukku dengan kuat.
Sebagian ketika kemudian, ditariknya kepalaku, kemudian dikecupnya saya dengan gemas. Kutatap matanya dalam-dalam sambil minta ijin dalam hati untuk menunaikan tugasku sebagai suami. Tanpa kata, tapi hingga juga ternyata. Sambil tersenyum betul-betul manis, dianggukkannya kepalanya.Pelan, dengan tangan kuarahkan kemaluanku menuju ke kewanitaannya. Kugosok-gosok sedikit, kemudian dengan betul-betul pelan, kutekan dan kudorong masuk. ia merintih keras, dan sebab mungkin kesakitan, tangannya menyokong bahuku sehingga tubuhku terdorong ke bawah.
Kulihat ada air mata meleleh di sudut matanya. Saya tak tega, saya kasihan! Kupeluk dan kuciumi ia. Sirna telah nafsuku ketika itu juga.Sesudah beristirahat sebagian lama, kucoba mengawalinya lagi, dan lagi-lagi gagal. Saya betul-betul mencintainya sehingga saya tak tega untuk menyakitinya.
Malam itu kami tidur berpelukan dengan tubuh masih telanjang. Ia minta maaf, dan dengan berlapang dada dan penuh kerelaan ia kumaafkan. Malam itu kami berbincang-bincang mengenai perkosaan. Bila kekerabatan yang didasari oleh kerelaan dan rasa sayang saja sulit, agak tak masuk diakal kalau seorang wanita diperkosa oleh seorang pria tanpa membikin wanita itu tak sadarkan diri. Bukankah si wanita pasti berontak dengan sekuat daya?
Pada jam 10 malam kami berdua masuk kamar bergandengan mesra, dicontoh oleh sebagian pasang mata dan olok-olok Saudara-Saudara Iparku. Tak ada rasa jengah atau malu, seperti yang kami natural pada waktu mata Receptionist Hotel meniru langkah-langkah ketika kami pacaran dahulu. Olok-olok dan sindiran-sindiran yang mengarah dari mulut Saudara-Saudara Iparku, kutanggapi dengan bersuka cita dan bersuka cita.
Siang tadi, kami berdua membeli buku mengenai Seks dan Perkawinan, yang di dalamnya terdapat gambar anatomi tubuh pria dan wanita.
Sambil berpelukan bersandar di daerah tidur, kami baca buku itu halaman demi halaman, terutamanya yang berhubungan dengan kekerabatan Seks. Hingga pada halaman mengenai Anatomi, kami setuju untuk membuka pakaian masing-masing. Giliran pertama, ia memperbandingkan kemaluanku dengan gambar yang ada di buku. Walau belum diraba, kemaluanku telah menggembung besar dan keras. ia mengelus dan membolak balik “benda” itu sambil memperhatikannya dengan seksama. Hampir saja ia memasukkan dan mengulumnya sebab tak bendung dan gemas, melainkan kutahan dan kularang. Saya belum mendapatkan giliran.
Kemudian, kuminta ia meringkuk tengadah di daerah tidur, menarik lututnya sambil sedikit mengangkang. Awalnya ia tak berharap dan malu, melainkan sesudah kucium mesra, alhasil menyerah. Saya mengambil posisi tengkurap di bawahnya, muka dan mataku persis di atas vaginanya. Menonjol komponen dalamnya yang merah darah, sungguh menstimulasi. Dengan dua jari, kubuka dan kuperhatikan komponen-bagiannya. Seumur hidupku, baru kali ini saya memperhatikan alat vital seorang wanita dengan terang. Meskipun tak jarang mengerjakan oral, melainkan belum pernah memperhatikan apalagi memerhatikannya sebab senantiasa kulakukan dengan mata tertutup. Saya baru tahu bahwa klitoris formatnya tak bulat, tapi agak memanjang.
Saya dapat mengidentifikasi mana yang disebut Labia Mayor, Labia Minor, Lubang Kemih, Lubang Senggama, dan yang membuatku merasa betul-betul mujur, saya dapat memperhatikan apa yang dinamakan Selaput Dara, benda yang sukses kujaga utuh selama 10 tahun. Jauh dari bayanganku selama ini. Selaput itu rupanya tak jernih, tapi berwarna sama dengan lainnya, merah darah. Ditengahnya ada lubang kecil. Sayang saya tak ingat lagi, seperti apa format lubang hal yang demikian.
Tak bendung berlama-lama, langsung kulempar buku itu ke lantai, dan mulai kuciumi alat vital ia itu. Kumainkan klitorisnya dengan lidahku yang berair, hangat dan kasar, sampai membikin ia kembali mengejang, merintih dan mendesah. Kedua kakinya menjepit kepalaku dengan erat, seakan tak rela untuk melepaskannya lagi. Kupilin, kusedot, dan kumain-mainkan benda kecil itu dengan lidah dan mulutku. Menurut teori-teori yang kuperoleh dari Buku, Majalah ataupun VCD Porno, salah satu pemicu orgasme wanita merupakan klitorisnya. Inilah saatnya saya mempraktekkan apa yang selama ini cuma jadi teori semata.
Ia kian liar, malah hingga terduduk membendung kenikmatan yang betul-betul betul-betul. Ia lalu menarik pinggulku, sehingga posisi kami menjadi meringkuk menyamping berhadapan, tapi terbalik. Kepalaku berada di depan genitalianya, sementara ia dengan rakusnya sudah melahap dan mengulum kemaluanku yang telah betul-betul keras dan besar. Sedap tiada tara. Tetapi, saya kesusahan untuk mengerjakan oral terhadapnya dalam posisi seperti ini. Jadi kuminta ia tengadah di daerah tidur, saya naik ke atas tubuhnya, konsisten dalam posisi terbalik. Kami pernah sebagian kali mengerjakan hal yang sama dahulu, tapi rasa yang dimunculkan jauh berbeda. Hampir bobol pertahananku mendapatkan jilatan dan elusan lidahnya yang hangat dan kasar itu. Apalagi kalau ia memasukkan kemaluanku ke mulutnya seperti akan menelannya, kemudian bergumam. Getaran pita suaranya seakan menggelitik ujung kemaluanku. Bukan main nikmatnya.
Sebab hampir tak tertahankan lagi, saya langsung merubah posisi. Muka kami berhadapan, kembali kutatap matanya yang betul-betul menawan itu. Kubisikkan bahwa saya betul-betul menyayanginya, dan saya juga bertanya apakah kaprah-kaprah ia akan bendung kali ini. Sesudah mengecup bibirku dengan gemas, ia memintaku untuk melaksanakannya perlahan-perlahan.
Kutuntun kemaluanku menuju vaginanya. Menurut gambar dan apa yang sudah kuperhatikan tadi, saya tahu di mana kaprah-kaprah letak Liang Senggamanya. Kucium ia, sambil kuturunkan pinggulku perlahan-perlahan. Ia merintih terbendung, melainkan kali ini tangannya tak lagi menyokong bahuku. Kuangkat lagi pinggulku sedikit, sambil bertanya apakah terasa betul-betul sakit. Dengan isyarat gelengan kepala, kutahu bahwa ia juga betul-betul menginginkannya. Sesudah kuminta ia untuk membendung sakit sedikit, dengan pelan melainkan pasti kutekan pinggulku, kumasukkan kemaluanku itu sedikit demi sedikit. Kepalanya terangkat ke atas membendung sakit.
Kuhentikan usahaku, sambil kutatap lagi matanya. Ada spot air mata di sudut matanya, tapi sambil tersenyum ia menganggukkan kepalanya. Kuangkat sedikit, kemudian dengan sedikit tekanan, kudorong dengan kuat. Ia mengerang keras sambil menggigit kuat bahuku. Kelak, bekas gigitan itu baru sirna sesudah sebagian hari. Kesudahannya, segala batang kemaluanku sukses masuk ke dalam lubang organ intim wanita ia tercinta. Saya berbangga dan bersuka cita sudah sukses mengerjakan tugasku. Kucium ia dengan mesra, dan kuseka butir air mata yang mengalir dari matanya. Ia membuka matanya, dan saya bisa memperhatikan bahwa dibalik kesakitannya, ia juga betul-betul bersuka cita.
Pelan kutarik kemaluanku keluar, kutekan lagi, kutarik lagi, demikian itu terus berulang-ulang. Tiap-tiap kutekan masuk, ia mendesah, dan kali ini, bukan lagi bunyi dari rasa sakit. Kupikir, ia telah mulai bisa menikmatinya. Permukaan lembut dan hangat dalam liang itu seperti membelai dan mengurut kemaluanku. Rasa enak tiada tara, yang baru kali ini kurasakan. Saya memang belum pernah bersenggama dalam arti hakekatnya sebelum ini. Butir-butir peluh mulai membasahi tubuh telanjang kami berdua. Nafsu libido yang sudah lama terbendung terpuaskan lepas ketika ini. Kepala ia mulai membanting ke kiri dan ke kanan, diiringi rintihan dan desahan yang membikin nafsuku kian bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku, sambil sekali-sekali kukunya menancap di punggungku. Desakan demi desakan tak tertahankan lagi, dan sambil menancapkan batang kemaluanku dalam-dalam, kusemburkan air mani sebanyak-banyaknya ke dalam rahim ia. Saya keok kali ini.
Kupeluk dan kuciumi wajah ia yang berair oleh peluh, sambil berucap terima beri. Matanya yang jernih menawan menatapku bersuka cita, dan sambil tersenyum ia berkata, “sama-sama.” Kutitipkan padanya untuk menjaga bagus-bagus si kecil kami, kalau bibit itu tumbuh nanti. Kami baru sadar bahwa kami lupa berdoa sebelumnya, melainkan gampang-mudahan Setelah Maha Esa senantiasa melindungi bibit yang akan tumbuh itu.
Seprai merah jambu kini bernoda darah. Mungkin sebab selaput dara ia cukup tebal, noda darahnya cukup banyak, sampai menembus ke kasur. Akan menjadi kenang-kenangan kami selamanya.
Malam itu kami hampir tak tidur. Sesudah beristirahat sebagian ketika, kami melaksanakannya lagi, lagi dan lagi. Entah berapa kali, melainkan yang pasti, pada kekerabatan yang ke dua sesudah tertembusnya selaput dara itu, saya sukses membawa ia orgasme, malah lebih dari satu kali. Saya yang telah kehilangan banyak air mani, menjadi betul-betul kuat dan bendung lama, sehingga alhasil ia menyerah keok dan terkapar dalam kenikmatan dan kelelahan yang betul-betul betul-betul.
Tapi ini, kami sudah mempunyai 3 orang si kecil yang lucu-lucu. Tetapi gairah dan nafsu seperti tak pernah padam. Dalam umur kami yang mendekati 40 tahun, kami masih mampu melaksanakannya 2-3 kali seminggu, malah tak jarang, lebih dari satu kali dalam semalam.Nafsu yang didasari oleh cinta, memang tak pernah padam. Saya betul-betul mencintai ia, begitupun yang kurasakan dari ia.
Malam ini merupakan malam pertama kami resmi untuk sekamar dan seranjang. Tak ada lagi rasa takut atau kuatir dipergoki orang, tak ada lagi rasa terburu-buru, dan juga tak ada lagi rasa berdosa seperti yang kami rasakan dan natural selama berpacaran. Masa pacaran kami memang tak terlalu “bersih”, saling kecup, saling raba malah hingga mencapai heavy petting tak jarang kami lakukan. Tetapi, dengan penuh rasa sayang dan tanggung jawab, saya sukses mempertahankan kesuciannya hingga saat ini. Saya berbangga akan keberhasilkanku.
Suasana yang romantis ditambah dengan teduhnya tiupan AC sungguh membangkitkan nafsu. Kupeluk ia, kukecup keningnya lalu kuajak ia untuk berdoa pada Yang Maha Kuasa seperti pesan mertua laki-lakiku tadi. Andaikan apa yang kami lakukan malam ini menumbuhkan bibit dalam rahim, lindungi dan hindarilah ia dari godaan setan yang terkutuk.
Dari kening, ciumanku turun ke alis matanya yang hitam lebat teratur, ke hidung dan hingga ke bibirnya. Kecupan kami kian lama kian bergelora, dua lidah saling berkait dicontoh dengan desahan napas yang kian memburu. Tanganku yang tadinya memeluk punggungnya, mulai menjalar ke depan, pelan menuju ke payudaranya yang cukup besar. Sungguh trampil ia ini memilih daster yang berkancing di depan dan cuma 4 buah, gampang bagi tanganku untuk membukanya tanpa mesti memperhatikan. Tak lama kemudian kaitan BH-nya sukses dilepaskan oleh tanganku yang telah cukup terlatih ini. Kedua bukit kembar dengan puncaknya yang cokelat kemerahan tersembul dengan betul-betul menawan. Daster dan BH itupun langsung terterjang ke lantai.
Sementara itu, ia juga sudah sukses membuka kancing piyamaku, melepas singlet dan juga celana panjangku. Cuma tinggal celana dalam masing-masing yang masih memisahkan tubuh telanjang kami berdua.
Kulepaskan ciumanku dari bibirnya, menjalar ke arah alat pendengaran, lalu kubisikkan kata-kata cinta padanya. Ia tersenyum dan menatapku sambil berkata bahwa ia juga betul-betul mencintaiku. Kulanjutkan ciumanku ke lehernya, turun ke dadanya, lalu dengan betul-betul pelan, dengan lidah kudaki bukit menawan itu hingga ke puncaknya. Kujilati dan kukulum puting susunya yang telah mengacung keras. ia mulai mendesah dan meracau tak terang. Sempat kulihat matanya terpejam dan bibirnya yang merah menawan itu sedikit merekah, sungguh menstimulasi. Tanganku mengelus, meremas dan memilin puting di puncak bukit satunya lagi.
Saya tak mau buru-buru, saya mau merasakan detik demi detik yang menawan ini secara pelan. Bermigrasi dari satu sisi ke sisi satunya, disisipi dengan kecupan ke bibirnya lagi, membuatnya mulai berkeringat. Tangannya kian liar mengacak-acak rambutku, malah kadang-kadang menarik dan menjambaknya, yang membikin nafsuku kian bergelora. Dengan meringkuk menyamping berhadapan, kulepaskan celana dalamnya. Satu-satunya kain yang masih tersisa. Perlakuan yang sama kuterima darinya, membikin kemaluanku yang telah sedemikian kerasnya mengacung gagah.
Kubelai kakinya sejauh tanganku dapat menjangkau, pelan naik ke paha. Berputar-putar, bermigrasi dari kiri ke kanan, sambil sekali-sekali seakan tak sengaja meraba gundukan berambut yang tak terlalu lebat melainkan terawat teratur. Sementara ia ternyata telah tak tabah, dibelai dan digenggamnya kemaluanku, digerakkan tangannya maju mundur. Sedap sekali. Meskipun hal itu telah tak jarang kurasakan dalam kencan-kencan liar kami selama berpacaran, tapi kali ini rasanya lain. Pikiran dan konsentrasiku tak lagi terpecah.
Lewat paha sebelah dalam, pelan tanganku naik ke atas, menuju ke genitalianya yang membuat desahan napasnya kian keras, dan kian memburu. Pelan kubelai rambut genitalianya, lalu jari tengahku mulai menguak ke tengah. Kubelai dan kuputar-putar tonjolan daging sebesar kacang tanah yang telah betul-betul licin dan berair. Tubuh ia mulai menggelinjang, pinggulnya bergerak ke kiri-ke kanan, juga ke atas dan ke bawah. Keringatnya kian deras keluar dari tubuhnya yang wangi. Kecupannya kian ganas, dan mulai menggigit lidahku yang masih berada dalam mulutnya. Sementara tangannya kian ganas bermain di kemaluanku, maju-mundur dengan pesat. Tubuhnya mengejang dan melengkung, kemudian terlempar ke daerah tidur disertai erangan panjang. Orgasme yang pertama sudah sukses kupersembahkan untuknya.
Dipeluknya saya dengan keras sambil berbisik.
“Ohh, enak sekali. terima beri sayang.”
Saya tak mau rehat berlama-lama. Lantas kutindih tubuhnya, lalu dengan pelan kuciumi ia dari kening, ke bawah, ke bawah, dan terus ke bawah. Deru napasnya kembali terdengar disertai rintihan panjang demikian itu lidahku mulai menguak kewanitaannya. Cairan organ intim wanita ditambah dengan air liurku membikin lubang hangat itu kian berair. Kumainkan klitorisnya dengan lidah, sambil kedua tanganku meremas-remas bokongnya yang padat berisi. Tangannya kembali mengacak-acak rambutku, dan kadang-kadang kukunya yang tak terlalu panjang menancap di kepalaku. Ngilu melainkan enak rasanya. Kepalanya terangkat lalu terbanting kembali ke atas bantal membendung kenikmatan yang betul-betul betul-betul. Perutnya tampak naik turun dengan pesat, sementara kedua kakinya memelukku dengan kuat.
Sebagian ketika kemudian, ditariknya kepalaku, kemudian dikecupnya saya dengan gemas. Kutatap matanya dalam-dalam sambil minta ijin dalam hati untuk menunaikan tugasku sebagai suami. Tanpa kata, tapi hingga juga ternyata. Sambil tersenyum betul-betul manis, dianggukkannya kepalanya.Pelan, dengan tangan kuarahkan kemaluanku menuju ke kewanitaannya. Kugosok-gosok sedikit, kemudian dengan betul-betul pelan, kutekan dan kudorong masuk. ia merintih keras, dan sebab mungkin kesakitan, tangannya menyokong bahuku sehingga tubuhku terdorong ke bawah.
Kulihat ada air mata meleleh di sudut matanya. Saya tak tega, saya kasihan! Kupeluk dan kuciumi ia. Sirna telah nafsuku ketika itu juga.Sesudah beristirahat sebagian lama, kucoba mengawalinya lagi, dan lagi-lagi gagal. Saya betul-betul mencintainya sehingga saya tak tega untuk menyakitinya.
Malam itu kami tidur berpelukan dengan tubuh masih telanjang. Ia minta maaf, dan dengan berlapang dada dan penuh kerelaan ia kumaafkan. Malam itu kami berbincang-bincang mengenai perkosaan. Bila kekerabatan yang didasari oleh kerelaan dan rasa sayang saja sulit, agak tak masuk diakal kalau seorang wanita diperkosa oleh seorang pria tanpa membikin wanita itu tak sadarkan diri. Bukankah si wanita pasti berontak dengan sekuat daya?
Pada jam 10 malam kami berdua masuk kamar bergandengan mesra, dicontoh oleh sebagian pasang mata dan olok-olok Saudara-Saudara Iparku. Tak ada rasa jengah atau malu, seperti yang kami natural pada waktu mata Receptionist Hotel meniru langkah-langkah ketika kami pacaran dahulu. Olok-olok dan sindiran-sindiran yang mengarah dari mulut Saudara-Saudara Iparku, kutanggapi dengan bersuka cita dan bersuka cita.
Siang tadi, kami berdua membeli buku mengenai Seks dan Perkawinan, yang di dalamnya terdapat gambar anatomi tubuh pria dan wanita.
Sambil berpelukan bersandar di daerah tidur, kami baca buku itu halaman demi halaman, terutamanya yang berhubungan dengan kekerabatan Seks. Hingga pada halaman mengenai Anatomi, kami setuju untuk membuka pakaian masing-masing. Giliran pertama, ia memperbandingkan kemaluanku dengan gambar yang ada di buku. Walau belum diraba, kemaluanku telah menggembung besar dan keras. ia mengelus dan membolak balik “benda” itu sambil memperhatikannya dengan seksama. Hampir saja ia memasukkan dan mengulumnya sebab tak bendung dan gemas, melainkan kutahan dan kularang. Saya belum mendapatkan giliran.
Kemudian, kuminta ia meringkuk tengadah di daerah tidur, menarik lututnya sambil sedikit mengangkang. Awalnya ia tak berharap dan malu, melainkan sesudah kucium mesra, alhasil menyerah. Saya mengambil posisi tengkurap di bawahnya, muka dan mataku persis di atas vaginanya. Menonjol komponen dalamnya yang merah darah, sungguh menstimulasi. Dengan dua jari, kubuka dan kuperhatikan komponen-bagiannya. Seumur hidupku, baru kali ini saya memperhatikan alat vital seorang wanita dengan terang. Meskipun tak jarang mengerjakan oral, melainkan belum pernah memperhatikan apalagi memerhatikannya sebab senantiasa kulakukan dengan mata tertutup. Saya baru tahu bahwa klitoris formatnya tak bulat, tapi agak memanjang.
Saya dapat mengidentifikasi mana yang disebut Labia Mayor, Labia Minor, Lubang Kemih, Lubang Senggama, dan yang membuatku merasa betul-betul mujur, saya dapat memperhatikan apa yang dinamakan Selaput Dara, benda yang sukses kujaga utuh selama 10 tahun. Jauh dari bayanganku selama ini. Selaput itu rupanya tak jernih, tapi berwarna sama dengan lainnya, merah darah. Ditengahnya ada lubang kecil. Sayang saya tak ingat lagi, seperti apa format lubang hal yang demikian.
Tak bendung berlama-lama, langsung kulempar buku itu ke lantai, dan mulai kuciumi alat vital ia itu. Kumainkan klitorisnya dengan lidahku yang berair, hangat dan kasar, sampai membikin ia kembali mengejang, merintih dan mendesah. Kedua kakinya menjepit kepalaku dengan erat, seakan tak rela untuk melepaskannya lagi. Kupilin, kusedot, dan kumain-mainkan benda kecil itu dengan lidah dan mulutku. Menurut teori-teori yang kuperoleh dari Buku, Majalah ataupun VCD Porno, salah satu pemicu orgasme wanita merupakan klitorisnya. Inilah saatnya saya mempraktekkan apa yang selama ini cuma jadi teori semata.
Ia kian liar, malah hingga terduduk membendung kenikmatan yang betul-betul betul-betul. Ia lalu menarik pinggulku, sehingga posisi kami menjadi meringkuk menyamping berhadapan, tapi terbalik. Kepalaku berada di depan genitalianya, sementara ia dengan rakusnya sudah melahap dan mengulum kemaluanku yang telah betul-betul keras dan besar. Sedap tiada tara. Tetapi, saya kesusahan untuk mengerjakan oral terhadapnya dalam posisi seperti ini. Jadi kuminta ia tengadah di daerah tidur, saya naik ke atas tubuhnya, konsisten dalam posisi terbalik. Kami pernah sebagian kali mengerjakan hal yang sama dahulu, tapi rasa yang dimunculkan jauh berbeda. Hampir bobol pertahananku mendapatkan jilatan dan elusan lidahnya yang hangat dan kasar itu. Apalagi kalau ia memasukkan kemaluanku ke mulutnya seperti akan menelannya, kemudian bergumam. Getaran pita suaranya seakan menggelitik ujung kemaluanku. Bukan main nikmatnya.
Sebab hampir tak tertahankan lagi, saya langsung merubah posisi. Muka kami berhadapan, kembali kutatap matanya yang betul-betul menawan itu. Kubisikkan bahwa saya betul-betul menyayanginya, dan saya juga bertanya apakah kaprah-kaprah ia akan bendung kali ini. Sesudah mengecup bibirku dengan gemas, ia memintaku untuk melaksanakannya perlahan-perlahan.
Kutuntun kemaluanku menuju vaginanya. Menurut gambar dan apa yang sudah kuperhatikan tadi, saya tahu di mana kaprah-kaprah letak Liang Senggamanya. Kucium ia, sambil kuturunkan pinggulku perlahan-perlahan. Ia merintih terbendung, melainkan kali ini tangannya tak lagi menyokong bahuku. Kuangkat lagi pinggulku sedikit, sambil bertanya apakah terasa betul-betul sakit. Dengan isyarat gelengan kepala, kutahu bahwa ia juga betul-betul menginginkannya. Sesudah kuminta ia untuk membendung sakit sedikit, dengan pelan melainkan pasti kutekan pinggulku, kumasukkan kemaluanku itu sedikit demi sedikit. Kepalanya terangkat ke atas membendung sakit.
Kuhentikan usahaku, sambil kutatap lagi matanya. Ada spot air mata di sudut matanya, tapi sambil tersenyum ia menganggukkan kepalanya. Kuangkat sedikit, kemudian dengan sedikit tekanan, kudorong dengan kuat. Ia mengerang keras sambil menggigit kuat bahuku. Kelak, bekas gigitan itu baru sirna sesudah sebagian hari. Kesudahannya, segala batang kemaluanku sukses masuk ke dalam lubang organ intim wanita ia tercinta. Saya berbangga dan bersuka cita sudah sukses mengerjakan tugasku. Kucium ia dengan mesra, dan kuseka butir air mata yang mengalir dari matanya. Ia membuka matanya, dan saya bisa memperhatikan bahwa dibalik kesakitannya, ia juga betul-betul bersuka cita.
Pelan kutarik kemaluanku keluar, kutekan lagi, kutarik lagi, demikian itu terus berulang-ulang. Tiap-tiap kutekan masuk, ia mendesah, dan kali ini, bukan lagi bunyi dari rasa sakit. Kupikir, ia telah mulai bisa menikmatinya. Permukaan lembut dan hangat dalam liang itu seperti membelai dan mengurut kemaluanku. Rasa enak tiada tara, yang baru kali ini kurasakan. Saya memang belum pernah bersenggama dalam arti hakekatnya sebelum ini. Butir-butir peluh mulai membasahi tubuh telanjang kami berdua. Nafsu libido yang sudah lama terbendung terpuaskan lepas ketika ini. Kepala ia mulai membanting ke kiri dan ke kanan, diiringi rintihan dan desahan yang membikin nafsuku kian bergelora. Tangannya memeluk erat tubuhku, sambil sekali-sekali kukunya menancap di punggungku. Desakan demi desakan tak tertahankan lagi, dan sambil menancapkan batang kemaluanku dalam-dalam, kusemburkan air mani sebanyak-banyaknya ke dalam rahim ia. Saya keok kali ini.
Kupeluk dan kuciumi wajah ia yang berair oleh peluh, sambil berucap terima beri. Matanya yang jernih menawan menatapku bersuka cita, dan sambil tersenyum ia berkata, “sama-sama.” Kutitipkan padanya untuk menjaga bagus-bagus si kecil kami, kalau bibit itu tumbuh nanti. Kami baru sadar bahwa kami lupa berdoa sebelumnya, melainkan gampang-mudahan Setelah Maha Esa senantiasa melindungi bibit yang akan tumbuh itu.
Seprai merah jambu kini bernoda darah. Mungkin sebab selaput dara ia cukup tebal, noda darahnya cukup banyak, sampai menembus ke kasur. Akan menjadi kenang-kenangan kami selamanya.
Malam itu kami hampir tak tidur. Sesudah beristirahat sebagian ketika, kami melaksanakannya lagi, lagi dan lagi. Entah berapa kali, melainkan yang pasti, pada kekerabatan yang ke dua sesudah tertembusnya selaput dara itu, saya sukses membawa ia orgasme, malah lebih dari satu kali. Saya yang telah kehilangan banyak air mani, menjadi betul-betul kuat dan bendung lama, sehingga alhasil ia menyerah keok dan terkapar dalam kenikmatan dan kelelahan yang betul-betul betul-betul.
Tapi ini, kami sudah mempunyai 3 orang si kecil yang lucu-lucu. Tetapi gairah dan nafsu seperti tak pernah padam. Dalam umur kami yang mendekati 40 tahun, kami masih mampu melaksanakannya 2-3 kali seminggu, malah tak jarang, lebih dari satu kali dalam semalam.Nafsu yang didasari oleh cinta, memang tak pernah padam. Saya betul-betul mencintai ia, begitupun yang kurasakan dari ia.