20 FILM TERBAIK 2018 VERSI CINETARIZ

Baca Juga


Tidak disangka sama sekali kalau menyusun senarai “20 Film Terbaik 2018 Versi Cinetariz” bakal menghadapkan saya pada pilihan-pilihan dilematis. Memang sih konflik batin (halah!) semacam ini selalu hadir setiap kali menyusun list. Tapi saya tidak mengira bakal muncul juga di tahun 2018 yang mulanya saya anggap sepele lantaran sampai pertengahan tahun lalu, belum ada film yang benar-benar mencuri hati ini. Yang bagus sih banyak, cuma yang klik di hati tak kunjung ditemukan. Mengira ini akan memudahkan dalam membuat senarai (meski kandidat 3 besar belum terbaca kala itu), eh ternyata saat tugas itu datang, sulitnya bukan kepalang. Diantara 238 film rilisan tahun 2018 yang sanggup ditonton, banyak juga yang membekas di hati.

Usai bongkar pasang beberapa kali, saya akhirnya menemukan konfigurasi yang dirasa tepat. Lagi-lagi, walaupun dinamai sebagai “20 Film Terbaik”, senarai ini disusun berdasarkan preferensi pribadi. Kualitas film jelas menjadi pertimbangan, tapi bobotnya tak seberat kepuasan menonton. Kedekatan representasi dan pengalaman selama menyaksikan film menjadi pertimbangan utama disamping faktor krusial lainnya yang sebelumnya jarang saya sebut: rewatch value. Dalam artian, semakin sering saya menonton ulang film tersebut, maka semakin tinggi pula posisinya. Apalagi jika saya semakin menyukainya saat menonton untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, dan seterusnya. Itulah mengapa kadang saya pun menemukan beberapa kejutan dalam daftar buatan sendiri ini – serius!

Jadi jangan kaget kalau ada satu dua film ajaib dalam senarai ini karena toh pada akhirnya seni bersifat relatif. Kemungkinan adanya perbedaan pendapat sangatlah besar dan itu tidak masalah bagi saya asalkan tidak menciptakan pertikaian atau keangkuhan dengan merasa “selera gue lebih keren dari loe!”. Dua hal yang tidak saya harapkan hadir karena bagi saya, film adalah suatu perayaan. Adanya perbedaan justru memungkinkan adanya penambahan referensi tontonan alih-alih menciptakan perselisihan maupun superioritas.

Baiklah, tanpa perlu berpanjang lebar lebih jauh lagi, berikut saya persembahkan deretan film-film terbaik 2018 pilihan Cinetariz dimulai dari…

Honorable Mentions (diurutkan berdasarkan abjad):

# Avengers: Infinity War


Kapan lagi coba bisa menonton seabrek superhero beraksi bersama dalam satu layar?
   
# Mission Impossible: Fallout


Franchise yang satu ini memang makin tak terkendali kegilaan laganya dari seri ke seri.

# Padman


Siapa menduga kalau menstruasi dan pembalut merupakan masalah yang sangat pelik di India?

# Peter Rabbit


Sebuah tontonan segala umur yang liar dan nakal, mengingatkan pada Tom & Jerry yang legendaris.

# Ralph Breaks the Internet


Sisi gila dari putri-putri di film animasi Disney terkuak di sini. What a squad! 

# The Hows of Us


Sebuah film yang memberikan pelajaran berharga bagi mereka yang hendak (atau sudah) berumah tangga

Dan akhirnya, inilah…

Top 20

#20 Bad Times at the El Royale


Sebuah dongeng menggelitik tentang penebusan dosa yang mempertemukan kita dengan karakter-karakter menarik yang menyimpan rahasia kelam dalam diri masing-masing. Lajunya boleh perlahan, tapi daya cengkramnya terus menguat seiring berjalannya durasi. Satu adegan paling berkesan dalam film ini adalah ‘mengintip dari balik cermin’ yang menunjukkan kejeniusan si pembuat film. 

#19 Game Night


Jika ada yang menyebut film ini mempunyai daya humor tinggi yang bikin ketawa terpingkal-pingkal, rasa-rasanya tidak akan banyak yang terkejut. Tapi bagaimana kalau saya menyebut film ini mempunyai guliran pengisahan yang sulit diterka (penuh twist!) dan bertabur keseruan di dalamnya? Entah dengan kalian, tapi saya sih terkejut begitu mendapatinya saat menonton film ini.  

#18 Tully


Totalitas Charlize Theron dalam berperan yang dibuktikan dari berat badan melonjak drastis bukanlah satu-satunya yang bisa dikagumi dari Tully. Ada narasi penuh sensitivitas di sini yang memberikan penghormatan kepada para ibu yang telah mengorbankan banyak waktu serta tenaga bagi putra-putri mereka. Ini adalah film yang akan mengingatkanmu untuk menghargai dan menghormati para ibu.

#17 Bumblebee


Alih-alih memberondong penonton dengan gelaran laga penuh eksplosif, Bumblebeejustru menghadirkan cerita persahabatan lintas spesies yang sederhana nan menghangatkan hati yang sudah lebih dari cukup untuk menempatkannya sebagai film Transformers terbaik yang pernah dibuat. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau franchise ini akhirnya bisa membuat saya sesenggukkan di dalam bioskop. 

#16 Spider-Man: Into the Spider-Verse


“Keren banget!” adalah reaksi yang terlontar selepas menyaksikan sepak terjang Spidey versi animasi ini. Bukan hanya goresan animasinya yang bisa dibilang menakjubkan, tetapi juga narasi yang dikedepankan. Bayangin, cerita mengenai “lintas dimensi” yang sejatinya sangat rumit, bisa dijabarkan dengan lancar dan jelas sehingga dapat dipahami oleh penonton cilik sekalipun. Itu saja sudah membuat terperangah!

#15 Andhadhun


Seolah telah menjadi tradisi, Bollywood senantiasa memiliki stok ‘film thriller keren’ setiap tahunnya. Tahun ini, stok tersebut adalah Andhadhunyang akan membuat para penggemar twistbersuka cita. Betapa tidak, film yang dibubuhi komedi gelap ini memiliki banyak sekali kelokan dalam penceritaan yang menggugah semangat untuk mengetahui: apa ya yang akan terjadi selanjutnya?  

#14 Brother of the Year


Dibawakan dengan gaya komikal, sulit untuk tak tertawa terbahak-bahak saat menyaksikan Brother of the Year yang menguliti tema sibling rivalry ini. Membuat saya teringat pada segala pertengkaran dengan kakak, membuat saya bernostalgia pada rivalitas diantara kita. Usai dibuat ngakak tak berkesudahan di paruh awal, film perlahan membuat air mata menetes memasuki babak klimaks yang menegaskan pesan klasik mengenai keluarga.
  
#13 Mamma Mia: Here We Go Again


Jilid pertamanya memang agak norak, tapi sekuelnya ini berada di kelas yang berbeda. Ada cerita menyentuh soal motherhood, ada pula sajian wajib berupa momen musikal penuh dansa dansi yang energinya akan membuatmu merasakan kebahagiaan. Tembang ABBA terdengar segar kembali di film yang mengingatkan saya sekali lagi mengapa diri ini bisa jatuh hati kepada film musikal.

#12 Eighth Grade


Sedikit banyak mengingatkan pada Lady Bird yang kece badai itu, Eighth Grade memberikan potret jenaka, mengena, dan cenderung miris mengenai kehidupan remaja usia belasan yang masih galau dengan urusan menemukan jati diri. Mudah untuk terhubung dengan guliran kisah yang ditawarkan oleh film ini terlebih jika dirimu adalah seseorang yang kerap mengalami kecanggungan dalam bersosialisasi karena memiliki sifat dasar pemalu dan pendiam.

#11 Badhaai Ho


Masyarakat yang hobi menghakimi, ngomongin, dan mencampuri urusan orang lain dengan berlindung dibalik alasan “tidak sesuai norma yang dianut” adalah sasaran tembak dari Badhaai Ho yang sentilannya terasa makjleb dan kelucuan humornya tak main-main ini. Berhubung karakter utama di sini adalah sebuah keluarga, bisa diterka jika kemudian ada momen sentimentil mengharu biru yang meski sudah diantisipasi sekalipun tetap saja bikin mata ‘kelilipan’.

#10 Us and Them


Di sini, tak ada dongeng percintaan yang berakhir dengan happily ever after. Yang ada hanyalah dua insan manusia yang mati-matian memperjuangkan cinta dan impian mereka ditengah terpaan hidup di Beijing yang keras. Us and Them menghadirkan kisah realistis yang menjungkirbalikkan segala perasaan mengikuti naik turunnya hubungan dua protagonis dalam film. Terkadang bahagia, terkadang marah, dan terkadang pula ikut tercabik-cabik tak karuan.
   
#9 A Quiet Place


Hidup tanpa bersuara saja sudah cukup repot, apalagi ditambah adanya monster yang siap siaga untuk menerkam setiap dirimu membuat suara. Bisa dibayangkan dong seperti apa rasanya? Untungnya, ini hanya terjadi dalam A Quiet Place. Premis dengan high concept ini berhasil dituangkan menjadi tontonan yang sangat mencekam oleh John Krasinski dalam karya perdananya. Saking mencekamnya, keberadaan sebuah paku saja bisa menjadi masalah besar. Fix, paku adalah villain terbaik dalam film tahun lalu! 
  
#8 Love Simon


Menemukan film remaja dengan sensasi rasa seperti film buatan John Hughes di era 1980-an sudah terdengar mustahil, sampai kemudian saya menemukan Love Simon yang sederhana, ringan, tapi memiliki sensitivitas tinggi. Ya, ini memang kisah percintaan dalam lingkup LGBT. Tapi itu tidak lantas mengurangi sisi romantisnya dan film ini pun memberikan kehangatan pada hati karena memanusiawikan seorang gay. Mereka tidak dipandang berbeda, melainkan dipandang sebagai seorang manusia biasa yang membutuhkan cinta. Baik cinta dari kekasih, cinta dari sahabat, maupun cinta dari keluarga.

#7 Searching


Meski hanya mengandalkan layar komputer untuk menyampaikan cerita, Searchingtak pernah sekalipun menjemukan. Malah, atensi senantiasa tertambat lantaran narasi memungkinkan saya untuk dilingkupi keingintahuan dalam mendapatkan jawaban atas pertanyaan, “kemana perginya Margot? Apa yang menyebabkannya menghilang?.” Saya ikut penasaran, saya ikut berdebar-debar, saya ikut frustrasi, dan saya pun ikut menyeka air mata seperti halnya si protagonis utama. Pada akhirnya, saya hanya berharap keluarga kecil ini bisa bersatu kembali.
     
#6 Along with the Gods: The Two Worlds


Saat menonton Along with the Gods: The Two Worlds, saya dihantui oleh satu pertanyaan: ada berapa banyak ya penonton di Korea Selatan yang buru-buru bertaubat usai menyaksikan film ini? Betapa tidak, film ini memberikan visualisasi alam baka yang impresif – khususnya di neraka bagi manusia malas – dan menyajikan narasi yang bukan hanya mengobrak abrik emosi tetapi juga meminta penonton untuk berkontemplasi. Kita dibawa pada perenungan yang tujuannya untuk mengulas kembali manfaat kita sebagai seorang manusia. Harus diakui, inilah film religi yang sebenar-benarnya.
 
#5 Shoplifters


Apa sih makna dari keluarga? Apakah orang-orang yang tidak memiliki hubungan darah tapi memiliki cinta dan kepedulian bisa disebut sebagai keluarga? Apakah mungkin bagi seseorang untuk memilih keluarganya sendiri sesuai dengan keinginannya? Dalam Shoplifters, Hirokazu Kore-eda mengajakmu menjawab serentetan pertanyaan ini melalui narasi yang intim, indah, sekaligus mengoyak hati. Di waktu bersamaan, dia turut menghantarkan komentar sosial yang mengusik pemikiran perihal pandangan masyarakat urban mengenai keluarga.

#4 Ready Player One


Sebagai seseorang yang menggilai budaya populer, Ready Player One tak ubahnya perwujudan dari surga dunia. Ada banyak sekali referensi yang bikin jingkrak-jingkrak kegirangan bak anak kecil di sepanjang durasinya. Lebih dari itu, Pak Steven Spielberg turut menghadirkan sebuah pengalaman sinematis yang sulit untuk dilupakan begitu saja. Rangkaian laganya mendebarkan, penceritaannya memiliki hati, dan visualnya menakjubkan sekaligus menguarkan sense of wonder. Jika kamu bertanya-tanya soal alasanku mencintai film, maka jawabannya bisa kamu temui di sini.
 
#3 Won’t You Be My Neighbor?


Saya memang tidak mempunyai kenangan sedikitpun dengan mendiang Fred Rogers. Tapi melalui Won’t You Be My Neighbor? yang merekam sepenggal perjalanan karir pemandu acara anak-anak ini, saya memahami mengapa warisannya sangat layak untuk dilestarikan. Fred Rogers adalah figur yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini yang kian kehilangan empati terhadap sesama. Dia mengajak publik untuk menebarkan cinta kasih kepada orang lain, lalu menghempaskan jauh-jauh sikap penuh prasangka dan rasisme. Sebuah film yang sangat indah dengan momen penutup yang akan membekas di hati dalam waktu sangat lama.   

#2 Crazy Rich Asians


Sepintas lalu, Crazy Rich Asians memang tak ubahnya roman picisan yang menjual mimpi-mimpi babu. Ada yang bilang mirip FTV, ada juga yang bilang mirip Meteor Garden. Tapi apa yang salah dengan itu? Seorang sutradara pernah berkata, “tidak mudah bikin film bagus dari premis sederhana nan usang.” Dan Crazy Rich Asians mampu melakukannya. Ini adalah film yang sangat menyenangkan untuk ditonton berulang kali karena melibatkan berbagai macam emosi: dari tertawa, tersenyum-senyum gemas, sampai menangis. Bahkan, film ini sejatinya tidak sedangkal itu jika kamu bersedia menengoknya lebih dalam. Terdapat subteks mengenai perbedaan kultur dan nilai-nilai yang diterapkan oleh keluarga Asia di sini. Yang juga patut diketahui, film ini adalah sebentuk selebrasi bagi Asian-American yang kerapkali termarjinalisasi dalam sinema Hollywood. Sebuah pesta, seperti halnya nuansa film ini yang memang menyerupai pesta. 

#1 One Cut of the Dead


Satu kata yang saya rasa cukup untuk mendeskripsikan One Cut of the Deadadalah sinting. Jujur, saya tidak sedikitpun mengantisipasi bakal dibikin terpingkal-pingkal secara maksimal dan terperangah saat menonton film ini. Dimulai dengan 40 menit pertama yang akan membuatmu mengernyitkan dahi seraya melontarkan komentar “film apaan sih ini?”, tanpa diduga-duga keadaan berbalik 180 derajat di puluhan menit selanjutnya. Kebusukan adegan pembukanya yang memang disengaja tiba-tiba terasa masuk akal, bahkan bisa dibilang jenius. Selama sisa durasi, saya pun hanya bisa melakukan dua hal: ngakak dan geleng-geleng kepala. Ngakak karena seluruh materi humornya mengenai sasaran, sementara geleng-geleng kepala karena mengagumi kreativitas si pembuat film. Ya, ini adalah sebuah surat cinta untuk seni pembuatan film dan zombie filmsyang sungguh sinting! 

* Ucapan terima kasih khusus buat sahabat saya, Masudi, yang sudah berkenan membantu ngutak-atik banner *
close

UNTUK SAAT INI, ARTIKEL BLOG AKAN DITUTUPI. SEGERA KELUAR/CLOSE TAB INI ATAU TEKAN DISINI. JIKA ANDA TETAP INGIN MEMBUKA ARTIKEL INI, SILAHKAN TEKAN TOMBOL CLOSE. DENGAN ANDA MEMBUKA ARTIKEL KEMBALI, TANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA MILIK ANDA, SAYA SUDAH PERINGATI UNTUK MENUTUP TAB INI. TERIMA KASIH. - ADMIN