Penekanan reg ulang
Jakarta - Imbauan untuk segera melakukan registrasi ulang kartu SIM prabayar tak henti-hentinya digaungkan. Pakar keamanan siber berpendapat bahwa masyarakat perlu ditekankan lagi soal registrasi ini.
Peneliti Keamanan Cyber dari CissRec Ibnu Dwi Cahyo mengatakan bahwa penekanan registrasi ini perlu dilakukan mengingat ada banyak dampak yang bisa ditimbulkan saat mereka tidak melakukan registrasi kartu SIM. Salah satunya adalah serangan siber yang mampu muncul melalui kartu SIM.
Peneliti Keamanan Cyber dari CissRec Ibnu Dwi Cahyo mengatakan bahwa penekanan registrasi ini perlu dilakukan mengingat ada banyak dampak yang bisa ditimbulkan saat mereka tidak melakukan registrasi kartu SIM. Salah satunya adalah serangan siber yang mampu muncul melalui kartu SIM.
Baca Juga
"Pada pertengahan 2017 lalu, kepolisian menangkap lebih dari 100 warga negara China di daerah Jakarta Selatan yang membeli ribuan kartu prabayar untuk melakukan telepon penipuan," ujarnya.

"Menariknya, tujuan mereka sebenarnya adalah penduduk negaranya sendiri. Namun karena di sana kartu perdana tidak dijual bebas maka mereka terbang ke sini yang menyediakan hal tersebut secara bebas," ia menambahkan.
Ibnu berpendapat bahwa program ini sudah bagus dan harus disukseskan, walaupun eksekusinya pasti mengalami kendala, terutama masalah teknis, yang menurutnya perlu mendapat pengawasan lebih dari pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Seperti kebingungan masyarakat dengan batas registrasi kartu SIM per orang. Peraturannya setiap orang maksimal bisa melakukan registrasi untuk tiga nomor, namun akhir-akhir ini ramai diperbincangkan bahwa setiap nomor KK dan NIK bisa mendaftarkan hingga 50 nomor," tuturnya.
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa Kominfo perlu bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti misalnya Ditjen Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dari Kementerian Dalam Negeri untuk urusan pendataan warga, juga dengan institusi seperti perbankan.
Hal ini merujuk terhadap kejadian pada Agustus 2017 saat kepolisian menangkap seseorang yang menjual data nasabah perbankan secara luas.
"Seorang tersangka di Bogor memperjual belikan data dari dua juta nasabah perbankan. Ini luar biasa, apalagi bank juga mengurusi KPR sehingga pasti ada sejumlah KK di dalamnya," kata Ibnu.
"Menariknya, tujuan mereka sebenarnya adalah penduduk negaranya sendiri. Namun karena di sana kartu perdana tidak dijual bebas maka mereka terbang ke sini yang menyediakan hal tersebut secara bebas," ia menambahkan.
Ibnu berpendapat bahwa program ini sudah bagus dan harus disukseskan, walaupun eksekusinya pasti mengalami kendala, terutama masalah teknis, yang menurutnya perlu mendapat pengawasan lebih dari pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
"Seperti kebingungan masyarakat dengan batas registrasi kartu SIM per orang. Peraturannya setiap orang maksimal bisa melakukan registrasi untuk tiga nomor, namun akhir-akhir ini ramai diperbincangkan bahwa setiap nomor KK dan NIK bisa mendaftarkan hingga 50 nomor," tuturnya.
Selain itu, ia juga berpendapat bahwa Kominfo perlu bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti misalnya Ditjen Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dari Kementerian Dalam Negeri untuk urusan pendataan warga, juga dengan institusi seperti perbankan.
Hal ini merujuk terhadap kejadian pada Agustus 2017 saat kepolisian menangkap seseorang yang menjual data nasabah perbankan secara luas.
"Seorang tersangka di Bogor memperjual belikan data dari dua juta nasabah perbankan. Ini luar biasa, apalagi bank juga mengurusi KPR sehingga pasti ada sejumlah KK di dalamnya," kata Ibnu.