Manusia gemar berkumpul. Apalagi jika sama-sama memiliki satu tujuan. Alasan berkumpul tidak harus rasional, bisa juga irrasional.
Jutaan orang berkumpul di Makkah untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahunnya. Semua berharap mendapatkan pengampunan dan surga seperti yang dijanjikan. Karena itu, banyak yang rela mengumpulkan harta bendanya dengan cara menabung untuk bisa pergi ke tanah suci.
Baca Juga
- Countdown MotoGP 2019 Last Test Qatar Day 1
- Mission WinNow Ducati Team 2019
- PAK AHOK... APAKABAR? SEHAT?
- BEREDAR BERITA HABIB RIZIEQ TEWAS DITEMBAK MATI DI ARAB SAUDI
- RIZIEQ SHIHAB AKAN PULANG KE INDONESIA TANGGAL 16 AGUSTUS 2017
- HABIB RIZIEQ DITETAPKAN SEBAGAI TERSANGKA KASUS WHATSAPP PORNO
- JOKOWI : KALAU SEMUA DITANYAKAN KE PRESIDEN, SAYA BERTANYA KE SIAPA ?
- 5 Hal yang Membuat Anda Sulit Untuk mendapatkan Pasangan
- 7 Hal Mengenai Tubuh Pria Yang Harus Anda Ketahui
- HEBOH !!! PERUSAHAAN SARI ROTI MENGELUARKAN PRESS RELEASE MENJELASKAN TIDAK IKUT CAMPUR DALAM URUSAN POLITIK
- APAKAH HEBAT? MENGUMPULKAN MASSA DENGAN MOTIF AGAMA?
FOTO : Umat Katolik di Vatikan.
Setiap tahun, jutaan umat Katolik dari berbagai belahan dunia rela mengunjungi Vatikan dan Roma untuk berziarah. Pada perayaan Tahun Yubileum 2015, jumlah peziarah yang datang mencapai 33 juta orang. Bagi umat Katolik, Tahun Yubileum disebut tahun pengampunan. Maka tak heran, jutaan orang berbondong-bondong merayakannya di pusat kegiatan agama Katolik tersebut.
Di India, jutaan umat Hindu melakukan ritual mandi di Sungai Gangga. Dalam kepercayaan Hindu, air sungai Gangga dianggap bisa menghilangkan dosa. Meski sungai itu merupakan salah satu sungai tercemar di dunia, jutaan umat Hindu India tak ragu untuk mandi di sana.
Selain tiga contoh di atas, masih banyak ritual-ritual keagamaan yang dikuti jutaan orang. Tak perlu penjelasan mendalam, jutaan orang tidak akan berpikir rasional jika sudah menyangkut kepercayaan. Jika sudah percaya, apapun akan mereka lakukan dengan sukarela.
Dari kacamata di atas, apa yang terjadi dalam dua aksi Bela Islam (411 dan 212) tidak bisa dilepaskan dari kegemaran manusia untuk berkumpul dengan alasan agama. Mengapa ratusan ribu orang bisa mudah berkumpul di sebuah tempat merupakan hal yang wajar.
Berita yang mengabarkan ada orang yang rela menjual mobilnya demi bisa mengikuti aksi di Monas perlu disikapi dengan biasa. Apa hebatnya dibanding orang-orang Syiah yang rela melukai tubuhnya dengan senjata tajam saat perayaan Asyura?
Juga berita rombongan santri dari Ciamis yang rela jalan kaki menuju ibukota. Meski di tengah jalan, mereka memutuskan naik bus karena takut ketinggalan aksi. Apa anehnya dibanding ritual umat Hindu di Nepal yang berjalan dengan telanjang kaki sejauh 15 kilometer menuju sebuah candi?
Dua aksi tersebut jelas-jelas berbeda sehingga tidak apple to apple jika dibandingkan. Satunya menggunakan motif agama, sementara yang satunya tidak.
Jika kita amati, agama memang bisa menggerakkan umat untuk berkumpul di suatu tempat. Di Indonesia, dimana agama dianggap paling penting di atas segalanya, sangat mudah mengumpulkan massa dengan embel-embel agama. Apalagi jika ditambah dengan janji-janji surga.
Karena itu, tidak heran jika acara-acara keagamaan yang menghadirkan ustad, ulama, atau pendeta, banyak dihadiri umat. Semua datang dengan keyakinan bahwa mereka sedang beribadah.
Dan itu terasa biasa saja.