Pengalaman Masa Kecil Saat Gerhana Matahari Total (GMT)


     Beberapa hari lalu di suatu siang ada tweet dari istri saya jika ada perlombaan menulis artikel tentang gerhana matahari. Sejenak ingatan saya melayang beberapa puluh tahun silam. Saat itu tepatnya tahun 1983 ketika saya masih kelas 1 SD atau berumur sekitar 7 tahun. Saat itulah saya merasakan dan mengalami sendiri bagaimana situasi saat terjadi gerhana matahari total. Kalau saat ini kebetulan untuk wilayah saya tidak termasuk cakupan gerhana matahari total sehingga terbersit keinginan untuk mengulang kembali kenangan beberapa puluh tahun silam dengan melihat kembali berlangsungnya gerhana matahari total di wilayah-wilayah Indonesia yang bakalan mengalaminya nanti. Mungkin tidak secara langsung dengan mata kepala mengingat jaraknya yang cukup jauh dengan tempat tinggal saya sekarang tapi semoga ada stasiun TV yang menayangkannya LIVE nanti.

     Jauh-jauh hari sebelum hari H berlangsungnya GMT (gerhana matahari total) tahun 1983 saya dan orang-orang di sekitar saya termasuk orng tua saya sudah heboh menyambut dan membahas GMT itu. Topik yang paling utama adalah hampir semua orang termasuk saya penasaran sekaligus takut dengan GMT. Biangnya adalah hampir setiap malam saat menonton TVRI di pesawat TV (masih pakai accu) tetangga selalu ada pesan-pesan peringatan supaya tidak menatap GMT langsung dengan mata telanjang. Alasannya bisa menyebabkan kebutaan. Hehehe siapa orangnya yang mau menjadi buta? Apalagi kalau tidak salah saat itu ada gambar ilustrasi orang yang menjadi buta karena melihat langsung GMT. Sebagai anak kecil semakin takut saja saya.

Baca Juga

     Hari H GMT pagi-pagi ibu saya bangun lebih pagi dari biasanya kemudian sibuk memasak di dapur. Tidak seperti biasanya ibu saya memasak kuah telur rebus dengan santan. Saya tanya ke ibu buat apa masakan itu (karena bagi keluarga kami sayur kuah telur itu termasuk istimewa yang jarang dihidangkan)? Ibu cuma menjawa singkat untuk bekal makan saat terjadi GMT nanti. Rupanya momen GMT ini dianggap sebagai momen istimewa juga bagi ibu saya sampai-sampai dibuatkan masakan yang istimewa seolah ini hari yang istimewa pula. Pagi sekitar pukul 6 cuaca cerah dan matahari bersinar terang seperti biasanya. Saya dan adik saya disuruh ibu ke warung sebelah untuk membeli kerupuk. Kami berangkat ke warung cepat-cepat seolah-olah takut terperangkap GMT. Pulang dari warung dengan setengah berlari kami menyusuri tepi sungai dan kami bermain-main sebentar di sekeliling rumah. Pukul 7 meski suasana masih terang tapi ibu saya sudah memanggil kami berdua untuk masuk rumah. Kemudian semua jendela ditutup rapat dan pintu dikunci. Tak lama kemudian tetangga depan rumah (3 orang) datang mengetuk pintu. Mereka meminta ijin menginap selama GMT. Rumah mereka memang masih gedek sementara rumah saya sudah gedung. Mereka takut kalau sinar GMT akan menerobos celah-celah dinding gedek mereka dan menyebabkan mereka buta. Mereka juga membawa bantal, tikar, dan selimut. Mereka kemudian menggelar tikar di ruang tamu.

     Waktu terus berjalan dan memang tidak seperti biasanya hari yang semula terang perlahan mulai meredup seperti ada mendung tebal. Mula-mula saya tinggal di dalam kamar tidur yang gelap (belum ada PLN kala itu). Di situ saya cuma berdiam diri sementara para tetangga di ruang tamu asyik berbincang-bincang sambil menyalakan radio. Mereka sepertinya sedang memantau siaran langsung GMT lewat RRI. Lama -kelamaan saya meski masih agak takut tapi rasa penasaran akhirnya mengalahkannya juga. Saya kemudian keluar kamar dan ikut bergabung bersama para tetangga. Saya coba mengintip keluar lewat celah-celah jendela rumah yang terbuat dari gedek. Di luar benar-benar gelap gulita laksana malam. Hanya bayangan remang-remang pohon jeruk Bali dan kelapa Gading di depan rumah. Bahkan suara jangkrik pun terdengar nyaring. Di luar suasana sangat sunyi mencekam. Tidak tampak satu orang pun berjalan-jalan atau naik kendaraan. Persis seperti desa mati. Tak lama kemudian salah satu tetangga rupanya merasa penasaran sehingga dia ingin menyaksikan langsung secara visual proses GMT lewat TV. Dia mengambil tikar kemudian mengurungkannya di atas kepala. Dia membuka pintu kemudian bayangannya hilang ditelan kegelapan. Rasanya waktu berjalan sangat lambat seolah tidak akan berakhir momen GMT ini. Saya sendiri bolak-balik berjalan dari ruang tamu ke kamar.

     Perlahan hari yang gelap menjadi terang. Sekitar pukul 10 saya baru diperbolehkan keluar rumah. Di luar matahari bersinar terang seperti biasanya. Sesekali saya menatap matahari sambil mengamati kok tidak ada yang berubah ya? Hehe namanya juga anak kecil masih belum tahu banyak bagaimana sebenarnya proses GMT itu terjadi. Para tetangga dan kerabat juga sibuk memperbincangkan momen GMT yang baru saja terjadi. Bagi yang memperoleh kesempatan menonton GMT langsung via TV mereka kagum bagaimana ketika matahari yang bersinar terang kemudian berubah menjadi bola hitam seolah-olah matahari mati.

     Barulah saat kelas 5 SD saya mengetahui dari bapak guru di sekolah bagaimana sebenarnya GMT itu. Ternyata itu proses alamiah dan sama sekali tidak perlu ditakuti secara berlebihan. Itu mungkin paradigma masyarakat dulu yang tentu saja sangat berbeda dengan sekarang dimana sekarang GMT malah bisa dijadikan obyek wisata. Bahkan saat saya SMA baik gerhana matahari ataupun bulan masih dianggap sebagai peristiwa sakral. Kalau malam terjadi gerhana bulan para tetangga langsung spontan keluar rumah memukul apa saja untuk membuat suara gaduh. Konon katanya agar raksasa yang memakan bulan bisa segera pergi. Beberapa waktu kemudian ternyata gerhana adalah sebuah proses alam yang indah ketika ada video yang menayangkannya dari awal hingga akhir. Saya benar-benar bersyukur bahwa saya masih diberi kesempatan untuk mengalami langsung momen GMT tahun 1983 yang bagi saya momen yang sangat langka yang tidak setiap orang bisa mengalaminya. Beruntunglah generasi tahun 80 atau 70-an yang mengalaminya langsung. Bagi yang belum pernah melihat dan mengalaminya langsung semoga anda mendapatkan kesempatan itu tahun ini. Amin.
   

Update: 19 September 2018
Kalau di jaman sekarang baik gerhana matahari atau bulan bukanlah sesuatu yang istimewa banget. Artinya walaupun ada gerhana apapun orang-orang tetap beraktivitas seperti biasa. Hanya kadang diadakan shalat gerhana di masjid dan itu juga pesertanya tidak banyak.














close

UNTUK SAAT INI, ARTIKEL BLOG AKAN DITUTUPI. SEGERA KELUAR/CLOSE TAB INI ATAU TEKAN DISINI. JIKA ANDA TETAP INGIN MEMBUKA ARTIKEL INI, SILAHKAN TEKAN TOMBOL CLOSE. DENGAN ANDA MEMBUKA ARTIKEL KEMBALI, TANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA MILIK ANDA, SAYA SUDAH PERINGATI UNTUK MENUTUP TAB INI. TERIMA KASIH. - ADMIN